Selasa, 03 Juni 2014





Add caption

Strategi Pengembangan Kognitif Terhadap Anak Berkebutuhan Khusus Disgrafia



Strategi Pengembangan Kognitif  Terhadap Anak Berkebutuhan Khusus Disgrafia

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Ujian Akhir Semester Mata Kuliah Pengembangan Kemampuan Kognitif dan Kreatifitas Anak Usia Dini


Oleh
Siti Aminatur Rosidah
      130210205005


PROGAM STUDI PENDIDIKAN GURU PENDIDIKAN ANAK USIA DINI
JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JEMBER
2014

DAFTAR ISI
COVER JUDUL.......................................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB. 1 PENDAHULUAN
1.1  Latar belakang........................................................................................1

1.2  Rumusan Masalah..................................................................................1

1.3  Tujuan Masalah..................................................................................... 2

1.4  Artikel................................................................................................... 3

BAB.2 PEMBAHASAN
            2.1 Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus ...............................................4
2.2 Penyebab dari Anak Berkebutuhan khusus disgrafia............................9
2.3Perbedaan Anak Berkebutuhan Khusus Disgrafia dengan Anak Normal
...................................................................................................................10
2.4 Strategi Pembelajaran Kognitif yang Baik untuk Anak Disgrafia.......11
2.5 Pengaplikasian Teori Vygotsky Terhadap Anak Disgrafia..................15

BAB 3. PENUTUP
            3.1Kesimpulan...........................................................................................17
            3.2Saran.....................................................................................................18

DAFTAR PUSTAKA

 BAB 1

PENDAHULUAN

1.1  Latar belakang

Pendidikan anak usia dini merupakan salah satu bentuk penyelenggaraan pendidikan yang menitik beratkan pada peletakan dasar ke arah pertumbuhan dan perkembangan yang mengembangkan aspek-aspek yaitu kognitif, moral, sosial dan emosional, bahasa, dan motorik  (motorik halus dan motorik kasar). Anak usia dini terdiri dari 2 macam yaitu anak yang normal dan anak yang berkebutuhan khusus, dalam memberikan pembelajaran pada anak berkebutuhan khusus sangatlah berbeda salah satunya yaitu dalam mengembangkan kognitifnya dan di diperlukan suatu instansi yang khusus untuk anak berkebutuhan khusus agar dalam mengembangkan aspek-aspeknya dapat berkembang secara optimal.
Anak berkebutuhan khusus sangatlah bermacam-macam salah satunya yaitu anak yang mengalami kesulitan dalam tugas-tugas akademik khusus (terutama dalam hal kemampuan membaca, menulis dan berhitung atau matematika), yang disebabkan karena faktor disfungsi neugologis, bukan disebabkan karena factor inteligensi (inteligensinya normal bahkan ada yang di atas normal), sehingga memerlukan pelayanan pendidikan khusus. Anak berkesulitan belajar spesifik dapat berupa kesulitan belajar menulis (disgrafia).
Melalui makalah ini saya mencoba untuk memberi sedikit informasi mengenai karakteristik penderita, pendidikan apa yang dapat kita ajarkan pada para penderita,  juga penyebabnya. Dengan mengetahui penyebab gangguan, kami berharap dapat membawa wacana mengenai langkah preventif yang dapat dilakukan.
1.2  Rumusan masalah
1.      Apakah yang dimaksud Anak Berkebutuhan khusus disgrafia?
2.      Apa penyebab dari Anak Berkebutuhan khusus disgrafia?
3.      Apa perbedaan Anak Berkebutuhan khusus disgrafia dengan anak normal?
4.      Bagaimana strategi pembelajaran kognitif yang baik untuk anak disgrafia ?
5.      Bagaimana pengaplikasian teori Vygotsky terhadap anak Disgrafia?
1.3  Tujuan
1.      Untuk mengetahui apa yang dimaksud Anak Berkebutuhan khusus disgrafia
2.      Untuk mengetahui penyebab dari Anak Berkebutuhan khusus disgrafia
3.      Untuk mengetahui perbedaan Anak Berkebutuhan khusus disgrafia dengan anak normal
4.      Untuk mengetahui strategi pembelajaran kognitif yang baik untuk anak disgrafia
5.      Untuk mengetahui pengaplikasian teori Vygotsky terhadap anak Disgrafia


1.4  Artikel
Pada makalah ini saya akan menganalisis dari sebuar artikel Online tentang anak yang mengalami kesulitan belajar spesifik yaitu disgrafia( kesulitan menulis) yang saya analisis dari artikel Harian Online Kabar Indonesia dengan judul Disgrafia pada Anak Kesulitan Menulis dan Solusinya oleh : Intan  Irawati , 18 Juli 2008, 16:38:58 WIB.



BAB 2
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus

Anak dengan kebutuhan khusus (ABK) adalah anak yang secara signifikan (bermakna) mengalami kelainan/penyimpangan (phisik, mental-intelektual, social, emosional) dalam proses pertumbuhan/ perkembangannya dibandingkan dengan anak-anak lain seusianya sehingga mereka memerlukan pelayanan pendidikan khusus. Dengan demikian, meskipun seorang anak mengalami kelainan/ penyimpangan tertentu, tetapi kelainan/penyimpangan tersebut tidak signifikan sehingga mereka tidak memerlukan pelayanan pendidikan khusus, anak tersebut bukan termasuk anak dengan kebutuhan khusus.
Anak berkebutuhan khusus dikelompokkan menjadi anak berkebutuhan khusus temporer dan permanen. Anak berkebutuhan khusus permanen meliputi :
1. Anak dengan gangguan fisik, dikelompokkan lagi menjadi:
a. Anak dengan gangguan penglihatan (Tunanetra),
1). Anak Kurang Awas (low vision)
2). Anak buta (blind).
b. Anak dengan gangguan pendengaran dan bicara (Tunarungu/Wicara),
1). Anak kurang dengar (hard of hearing)
2). Anak tuli (deaf)
2.  Anak dengan kelainan Kecerdasan
a.  Anak dengan gangguan kecerdasan (intelektual) di bawah rata-rata (tunagrahita)
1 ). Anak tunagrahita ringan ( IQ IQ 50- 70).
2). Anak tunagrahita sedang (IQ 25 – 49).
3). Anak tunagrahita berat (IQ 25 – ke bawah).
b) Anak dengan kemampuan intelegensi di atas rata-rata
1). Giffted dan Genius, yaitu anak yang memiliki kecerdasan di atas rata-rata
2). Talented, yaitu anak yang memiliki keberbakatan khusus
3. Anak dengan gangguan anggota gerak (Tunadaksa).
1). Anak layuh anggota gerak tubuh (polio)
2). Anak dengan gangguan fungsi syaraf otak (cerebral palcy)
4 . Anak dengan gangguan prilaku dan emosi (Tunalaras)
a). Anak dengan gangguan prilaku
1). Anak dengan gangguan prilaku taraf ringan
2). Anak dengan gangguan prilaku taraf sedang
3). Anak dengan gangguan prilaku taraf berat
b). Anak dengan gangguan emosi
1). Anak dengan gangguan emosi taraf ringan
2). Anak dengan gangguan emosi taraf sedang
3). Anak dengan gangguan emosi taraf berat
5). Anak gangguan belajar spesifik
6). Anak lamban belajar (slow learner)
7) . Anak Autis
8). Anak ADHD

Pada makalah ini saya membahas tentang anak berkebutuhan khusus anak yang mengalami kesulitan belajar spesifik yaitu disgrafia( kesulitan menulis) yang saya analisis dari artikel Harian Online Kabar Indonesia dengan judul Disgrafia pada Anak Kesulitan Menulis dan Solusinya oleh : Intan  Irawati , 18 Juli 2008, 16:38:58 WIB.

Ø  Anak Berkesulitan Belajar Spesifik
Secara garis besar kelompok siswa berkesulitan belajar dapat dibagi dua. Pertama, yang berkaitan dengan perkembangan (developmental learning disabilities), mencakup gangguan motorik dan persepsi, bahasa dan komunikasi, memori, dan perilaku sosial. Kedua yang berkaitan dengan akademik (membaca, menulis, dan berhitung) sesuai dengan kapasitas yang dimiliki, tetapi kedua kelompok ini tidak dapat dipisahkan secara tegas karena ada keterkaitan di antara keduanya (Kirk dan Gallagher, 1986: Mulyono Abduraahman, 1996: Hidayat, 1996).
Kesulitan belajar dapat dialami oleh siapa saja, mulai dari siswa yang berkecerdasan rata-rata, sampai yang berinteleligensi tinggi. Kesulitan belajar dapat berdampak negatif tidak saja dalam penguasaan prestasi akademik, tetapi juga perkembangan kepribadiannya.
Kesulitan belajar yang dialaminya bukanlah sesuatu yang menetap, sebab intervensi dini dan pendekatan propesional secara terpadu dapat menangani kesulitan belajar yang mereka hadapi.
Sesuai dengan fungsi, peran dan tanggung jawabnya, guru di sekolah reguler memiliki posisi strategis dalam turut membantu siswanya yang berkesulitan belajar. Guru merupakan ujung tombak dalam membantu mengatasi masalah-masalah yang dihadapi para siswanya, termasuk permasalahan yang dihadapi anak kesulitan belajar. Untuk itu, sejalan dengan bervariasinya jenis dan tingkat kesulitan belajar yang dihadapi anak, langkah pertama yang harus dilakukan guru adalah mampu melakukan identifikasi atau penjaringan terhadap mereka melalui pengenalan ciri-ciri atau karakteristik yang ditampilkannya. Kedua, mampu melakukan assesmen, merumuskan dan melaksanakan program pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik, permasalahan, dan kebutuhannya. Dan, kemampuan melakukan kerja sama secara terpadu dengan propesi lain yang terkait dengan kondisi anak.
Anak berkesulitan belajar spesifik dapat berupa kesulitan belajar membaca (disleksia), kesulitan belajar menulis (disgrafia), atau kesulitan belajar berhitung (diskalkulia), sedangkan dalam mata pelajaran lain, mereka tidak mengalami kesulitan yang berarti. Berikut ini akan dijelaskan sedikit tentang gangguan anak kesulitan belajar menulis (disgrafia).
Ø  Anak kesulitan belajar menulis (disgrafia)
Disgrafia adalah adalah kesulitan khusus dimana anak-anak tidak bisa menuliskan atau mengekspresikan pikirannya kedalam bentuk tulisan,karena mereka tidak bisa menyuruh atau menyusun kata dengan baik dan mengkoordinasikan motorik halusnya (tangan) untuk menulis. Pada anak-anak, umumnya kesulitan ini terjadi pada saat anak mulai belajar menulis. Kesulitan ini tidak tergantung kemampuan lainnya. Seseorang bisa sangat fasih dalam berbicara dan keterampilan motorik lainnya, tapi mempunyai kesulitan menulis. Kesulitan dalam menulis biasanya menjadi problem utama dalam rangkaian gangguan belajar, terutama pada anak yang berada di tingkat PAUD. Kesulitan dalam menulis seringkali juga disalahpersepsikan sebagai kebodohan oleh orang tua dan guru. Akibatnya, anak yang bersangkutan frustrasi karena pada dasarnya ia ingin sekali mengekspresikan dan mentransfer pikiran dan pengetahuan yang sudah didapat ke dalam bentuk tulisan. Hanya saja ia memiliki hambatan. Sebagai langkah awal dalam menghadapinya, orang tua harus paham bahwa disgrafia bukan disebabkan tingkat intelegensi yang rendah, kemalasan, asal-asalan menulis, dan tidak mau belajar.
Menulis membutuhkan perkembangan kemampuan lebih lanjut dari membaca. Perkembangan yang dikemukakan oleh Temple, Nathan, Burns; Cly: Ferreiro dan Teberosky dalam Brewer (1992) oleh Rini Hapsari
1.      Scribble stage. Pada tahap ini anak ditandai dengan mulainya anak menggunakan alat tulis untuk membuat coretan. Sebelum ia belajar untuk membuat ben huruf yang dapat dikenali.
2.      Linear repetitive stage. Pada tahap ini anak menemukan bahwa tulisan biasanya berarah horizontal dan huruf-huruf tersusun berupa barisan pada halaman kertas. Anak juga telah mengetahui bahwa kata yang panjang akan ditulis dalam barisan huruf yang lebih panjang dibandingkan dengan kata yang pendek.
3.      Random letter stage. Pada tahap ini anak belajar mengenai bentuk coretan yang dapat diterima sebagai huruf dan dapat menuliskan huruf-huruf tersebut dalam urutan acak dengan maksud menulis kata tertentu.
4.      Letter name writing, phonetic writing. Pada tahap ini anak mulai memahami hubungan antara huruf dengan bunyi tertentu. Anak dapat menuliskan satu atau beberapa huruf untuk melambangkan suatu kata, seperti menuliskan huruf depan namanya saja, atau menulis ”bu” dengan sebagai lambang dari ”buku”
5.      Transitional spelling. Pada tahap ini anak mulai memahami cara menulis secara konvensional, yaitu menggunakan ejaan yang berlaku umum. Anak dapat menuliskan kata yang memiliki ejaan dan bunyi sama dengan benar seperti kata ”buku”, namun masih sering salah menuliskan kata yang ejaannya mengikuti cara konvensioanl dan tidak hanya ditentukan oleh bunyi yang terdengar seperti hari ”sabtu” tidak ditulis ”saptu”, padahal kedua tulisan tersebut berbunyi sama jika dibaca
6.      Conventional spelling. Pada tahap ini anak telah menguasai cara menulis secara konvensional yaitu menggunakan bentuk huruf dan ejaan yang berlaku umum untuk mengekspresikan berbagai ide abstrak.
Pada anak usia sekolah, perkembangan menulis telah berada pada tahap terakhir yaitu conventional spelling, selain telah dapat menulis dengan huruf dan ejaan yang benar.
Dysgraphia / Disgrafia adalah learning disorder dengan ciri perifernya berupa ketidakmampuan menulis, terlepas dari kemampuan anak dalam membaca maupun tingkat intelegensianya.Disgrafia diidentifikasi sebagai keterampilan menulis yang secara terus-menerus berada di bawah ekspektasi jika dibandingkan usia anak dan tingkat intelegensianya. Seperti yang dijelaskan pada artikel diatas bahwa ciri diri disgrafia meliputi:
1.        Terdapat ketidakkonsistenan bentuk huruf dalam tulisannya.
2.        Saat menulis, penggunaan huruf besar dan huruf kecil masih tercampur.
3.        Ukuran dan bentuk huruf dalam tulisannya tidak proporsional.
4.        Anak tampak harus berusaha keras saat mengkomunikasikan suatu ide, pengetahuan, atau pemahamannya lewat tulisan.
5.        Sulit memegang bolpoin maupun pensil dengan mantap. Caranya memegang alat tulis seringkali terlalu dekat bahkan hampir menempel dengan kertas.
6.        Berbicara pada diri sendiri ketika sedang menulis, atau malah terlalu memperhatikan tangan yang dipakai untuk menulis.
7.        Cara menulis tidak konsisten, tidak mengikuti alur garis yang tepat dan proporsional.
8.        Tetap mengalami kesulitan meskipun hanya diminta menyalin contoh tulisan yang sudah ada.

2.2 Penyebab dari Anak Berkebutuhan khusus disgrafia

   Melalui pendekatan behaviorisme, Ferster mengemukakan pendapat bahwa dikarenakan ketidakpedulian orang tua, khususnya ibu, menghentikan pembangunan hubungan yang menjadi reinforcerment bagi manusia untuk bersosialisasi (Davison, h. 444, 1998). Sel purkinye juga sangat sedikit sehingga terjadi gangguan keseimbangan serotonin dan dopamine yang mengakiatkan terjadinya gangguan penghantaran impuls di otak. Selain itu ditemukan kelainan yang khas di dalam system limbic yang disebut hipokampus dan amigdala yang mengakibatkan gangguan fungsi control terhadap agresi dan emosi (Handojo, h. 14, 2003). Hipokampus berpengaruh pada fungsi belajar dan daya ingat sehingga bila hipokampus terganggu maka terjadi kesulitan menyimpan informasi baru. Perilaku yang berulang-ulang, aneh dan hiperaktif juga disebabkan gangguan hipokampus (Handojo, h. 14, 2003).
Gangguan ini juga bukan akibat kurangnya perhatian orang tua dan guru terhadap si anak, ataupun keterlambatan proses visual motoriknya. Secara spesifik penyebab disgrafia tidak diketahui secara pasti, namun apabila disgrafia terjadi secara tiba-tiba pada anak maupun orang yang telah dewasa maka diduga disgrafia disebabkan oleh trauma kepala entah karena kecelakaan, penyakit, dan seterusnya. Disamping itu para ahli juga menemukan bahwa anak dengan gejala disgrafia terkadang mempunyai anggota keluarga yang memiliki gejala serupa. Demikian ada kemungkinan faktor herediter ikut berperan dalam disgrafia.
Seperti halnya disleksia, disgrafia juga disebabkan faktor neurologis, yakni adanya gangguan pada otak bagian kiri depan yang berhubungan dengan kemampuan membaca dan menulis. Anak mengalami kesuitan dalam harmonisasi secara otomatis antara kemampuan mengingat dan menguasai gerakan otot menulis huruf dan angka. Kesulitan ini tak terkait dengan masalah kemampuan intelektual, kemalasan, asal-asalan menulis, dan tidak mau belajar. Seperti yang dilaskan pada artikel Harian Indonesia bahwa Kesulitan belajar pada anak bila tidak dideteksi secara dini dan tidak dilakukan terapi yang benar, bisa menyebabkan kegagalan dalam proses pendidikan anak. Kepedulian orang tua yang tinggi dapat membantu dalam deteksi dini kesulitan belajar anak. Riwayat penyakit terdahulu, seperti anak pernah mengalami sakit keras hingga demam tinggi, atau anak terlahir prematur, merupakan faktor risiko terjadinya kesulitan belajar. Gangguan berat akan mudah teridentifikasi, sehingga dapat terdeteksi pada usia dini. Sedangkan pada anak dengan gangguan ringan mungkin baru teridentifikasi saat usia sekolah.

2.3 Perbedaan Anak Berkebutuhan Khusus Disgrafia dengan Anak Normal
           
            Pada umumnya anak normal dengan anak mengalami kesulitan belajar menulis(disgrafia) secara fisik dan psikologisnya sama saja tetapi dapat terlihat ketika dalam proses belajar di dalam kelas seorang anak yang mengalami disgrafia akan sulit atau lambat untuk menulis dan pada umumnya anak disgrafia juga sulit untuk membaca.

2.4 Strategi Pembelajaran Kognitif yang Baik untuk Anak Disgrafia
            Inovasi Pendidikan saat ini mengarah pada pembentukan kecakapan kegiatan hidup sehari-hari (lifeskills), artinya pendidikan disesuaikan dengan kebutuhan nyata yang diinginkan peserta didik sesuai dengan potensi dan budaya masyarakatnya. Hal ini sejalan dengan pengertian pendidikan menurut UU No, 20 tahun 2003, tentang SPN, Bab I, pasal I, ayat 1 yang menyatakan: Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara”. Dengan demikian jelaslah bahwa pendidikan hendaknya mengarah pada penguasaan keterampilan yang dapat dimanfaatkan dalam kehidupan diri peserta didik, masyarakat, bangsa dan negara.
Kenyataan di lapangan pendidikan bagi anak disgrafia pada umumnya belum mengarah pada terkuasainya sejumlah kecakapan dan keterampilan yang sesuai dengan bakat, minat, potensi, kondisi lingkungan sekitar tempat tinggal anak, dan kebutuhan lapangan kerja yang sesuai dengan karakteristik anak disgrafia.
            Dalam pembahasan ini saya lebih menekankan bagaimana mengembangkan  aspek kognitif Anak Berkebutuhan Khusus Disgrafia 
John W. Santrock, Educational Psychology. McGraw-Hill Companies
Hernowo, Mengimpikan buku pelajaran yang mampu, Menyenangkan dan menyalakan otak, Disampaikan pada Seminar “Menggagas Buku Pelajaran yang Mencerdaskan”, 15 Agustus 2006, Penyelenggara Direktorat Pendidikan Madrasah, Ditjen Pendidikan Islam, Departemen Agama, Jakarta.

Ada beberapa hal yang bisa dilakukan orang tua untuk membantu anak dengan gangguan ini. Di antaranya:
1. Pahami keadaan anak
Sebaiknya pihak orang tua, guru, atau pendamping memahami kesulitan dan keterbatasan yang dimiliki anak disgrafia. Berusahalah untuk tidak membandingkan anak seperti itu dengan anak-anak lainnya. Sikap itu hanya akan membuat kedua belah pihak, baik orang tua/guru maupun anak merasa frustrasi dan stres.
2. Menyajikan tulisan cetak
Berikan kesempatan dan kemungkinan kepada anak disgrafia untuk belajar menuangkan ide dan konsepnya dengan menggunakan komputer atau mesin tik. Ajari dia untuk menggunakan alat-alat agar dapat mengatasi hambatannya. Dengan menggunakan komputer, anak bisa memanfaatkan sarana korektor ejaan agar ia mengetahui kesalahannya.
3. Membangun rasa percaya diri anak
Berikan pujian wajar pada setiap usaha yang dilakukan anak. Jangan sekali-kali menyepelekan atau melecehkan karena hal itu akan membuatnya merasa rendah diri dan frustrasi. Kesabaran orang tua dan guru akan membuat anak tenang dan sabar terhadap dirinya dan terhadap usaha yang sedang dilakukannya.
4. Latih anak untuk terus menulis
Libatkan anak secara bertahap, pilih strategi yang sesuai dengan tingkat kesulitannya untuk mengerjakan tugas menulis. Berikan tugas yang menarik dan memang diminatinya, seperti menulis surat untuk teman, menulis pada selembar kartu pos, menulis pesan untuk orang tua, dan sebagainya. Hal ini akan meningkatkan kemampuan menulis anak disgrafia dan membantunya menuangkan konsep abstrak tentang huruf dan kata dalam bentuk tulisan konkret.

Adapun penanganan secara terstruktur dapat dilakukan melalui beberapa hal berikut:
1.Faktor kesiapan menulis
Menulis membutuhkan kontrol maskular, koordinasi mata-tangan, dan diskriminasi visual. Aktivitas yang mendukung kontrol muskular antara lain: menggunting, mewarnai gambar, finger painting, dan tracing. Kegiatan koordinasi mata-tangan antara lain: membuat lingkaran dan menyalin bentuk geomteri. Sementara itu, pengembangan diskriminasi visual dapat dilakukan dengan kegiatan membedakan bentuk, ukuran, dan detailnya, sehingga anak menyadari bagaimana cara menulis suatu huruf.
2.   Aktivitas lain yang mendukung
a. Kegiatan yang memberikan kerja aktif dari pergerakan otot bahu, lengan atas serta bawah, dan jari.
                  b. Menelusuri bentuk geometri dan barisan titik.
c. Menyambungkan titik.
d. Membuat garis horizontal dari kiri ke kanan.
e. Membuat garis vertikal dari atas ke bawah dan dari bawah ke atas.
f. Membuat bentuk-bentuk lingkaran dan kurva.
g. Membuat garis miring secara vertikal.
h. Menyalin bentuk-bentuk sederhana.
i. Membedakan bentuk huruf yang mirip bentuknya dan huruf yang hampir sama bunyinya.

3.Menulis huruf lepas/cetak
a. Perlihatkan sebuah huruf yang akan ditulis.
b. Ucapkan dengan jelas nama huruf dan arah garis untuk membuat huruf
c. Anak menelusuri huruf itu dengan jarinya sambil mengucapkan dengan jelas arah garis untuk membuat huruf itu.
d. Anak menelusuri garis tersebut dengan pensilnya.
e. Anak menyalin contoh huruf itu di kertas/bukunya.

Jika cara ini sudah dikuasai, mintalah anak menyambungkan titik yang dibentuk menjadi huruf tertentu, sampai akhirnya anak mampu membuat huruf dengan baik tanpa dibantu. Tahap selanjutnya adalah menulis kata dan kalimat.

4. Menulis huruf transisi
Huruf transisi adalah huruf yang digunakan untuk melatih siswa sebelum menguasai huruf sambung. Adapun langkah-langkah pengajarannya sebagai berikut:
a.       Kata atau huruf ditulis dalam bentuk lepas atau cetak.
b.      Huruf yang satu dan yang lain disambungkan dengan titik-titik dengan meggunakan warna yang berbeda.
c.       Anak menelusuri huruf dan sambungannya sehingga menjadi bentuk huruf sambung.

5.Menulis huruf sambung
a. Mengajarkan huruf sambung dapat menggunakan langkah-langkah huruf lepas dan transisi.
b. Kami sertakan tabel cara melatih anak disgrafia agar dapat menulis dengan baik dan benar.



Faktor
Masalah
Penyebabnya
Remedial
Bentuk
Huruf terlalu miring
Posisi kertas yang miring
Betulkan posisi kertas sehingga tegak lurus dengan badan
Ukuran
Terlalu besar dan terlalu tebal
Kurang memahami garis tulisan
  • Gerakan tangan yang kaku
Ajarkan kembali tentang konsep ukuran dan perjelas garis tulisan
Latih gerakan tangan, salah satu caranya dengan latihan membuat lingkaran atau bentuk lengkung
Spasi
  • Huruf dalam satu kata seperti menumpuk
  • Spasi antar-huruf terlalu lebar
  • Kurang memahami konsep spasi
  • Kurang memahami bentuk dan ukuran
         Ajarkan kembali konsep spasi antar-kata
         Kaji kembali konsep bentuk ukuran dan huruf
Kualitas garis
Terlalu tebal atau menekan terlalu tipis
Masalah pada tekanan tulisan
Perbaikilah cara-cara   memegang alat tulis, perbaiki juga gerakan tangan, serta beikan latihan menulis di atas kertas tipis dan kertas kasar
Kecepatan
Lambat ketika dalam menulis yaitu ketika menyalin atau saat dikte
Tingkat kemampuan menulis tidak sebanding dengan kecepatannya
Latih menarik garis lurus dengan cepat serta latihan membuat bentuk melingkar, tegak dan melengkung di kertas berpetak

           
Dalam menerapkan srategi yang baik untuk anak usia dini yang mengalami Disgrafia pendidik / orang tua  juga dapat menerapkan dengan salah satu metode pengembangan kognitif menurut Vygotsky seperti yang di jelaskan pada artikel dan mengaplikasikannya berikut ini akan dijelaskan:

2.5 Pengaplikasian Teori Konstruksi  Vygotsky dapat digunakan guru dan orang tua untuk membantu anak yang mengalami Disgrafia.

Teori konstruksi sosial Vygotsky (dalam Santroks, 2004), memiliki tiga asumsi yaitu:
1.       Kemampuan kognitif anak dapat dipahami hanya ketika mereka mampu menganalisa dan menginterpretasikan sesuatu
2.      Kemampuan kognitif anak dimediasi oleh penggunaan bahasa atau kata-kata sebagai alat untuk mentansformasi dan memfasilitasi aktivitas mental,
3.      Kemampuan kognitif berkaitan dengan hubungan sosial dan latar belakang sosial budaya.
Berdasarkan asumsi-asumsi tersebut Vygotsky mengemukakan tiga konsep belajar yaitu:
1.       zone of proximal development (ZPD) yaitu suatu wilayah (range) antara level terendah yaitu kemampuan yang dapat diraih anak jika tanpa bimbingan hingga level tertinggi yaitu kemampuan yang dapat diraih anak jika dengan bimbingan
2.      Scaffolding yaitu teknik untuk mengubah tingkat dukungan, dan
3.      Language and Thought.
Aplikasi Teori Vygotsky dapat digunakan guru dan orang tua untuk
membantu anak yangmengalami Disgrafia.
Langkah-langkah yang dapat dilakukan meliputi:
1.      Mengidentifikasi masalah Disgrafia, terdiri dari:
a) Masalah Penggunaan huruf kapital
b) Ketidakkonsistenan bentuk huruf
c) Alur yang tidak stabil (tulisan naik turun)JxlkU
d) Ukuran dan bentuk huruf tidak konsisten
2.      Menentukan ZPD pada masing-masing masalah tersebut
a) ZPD untuk kesalahan penggunaan huruf kapital
b) ZPD untuk ketidakkonsistenan bentuk huruf
c) ZPD untuk ketidakkonsistenan ukuran huruf
d) ZPD untuk ketidakstabilan alur tulisan
3.      Merancang program pelatihan dengan teknik scaffolding
Teknik scaffolding dalam pelatihan ini meliputi tahapan sebagai berikut:
a. Memberikan tugas menulis kalimat yang didiktekan orang tua/guru
b. Bersama-sama dengan siswa mengidentifikasi kesalahan tulisan mereka
c. Menjelaskan mengenai pelatihan dan ZPD masing-masing permasalahan.
d. Menjelaskan kriteria penulisan yang benar dan meminta anak menyatakan kembali kriteria tersebut.
e. Memberikan latihan menulis dengan orang tua/guru memberikan bantuan
f. Mengevaluasi hasil pekerjaan siswa bersama-sama dengan anak
g. Memberikan latihan menulis dengan mengurangi bantuan terbatas pada kesalahan yang banyak dilakukan anak
h. Mengevaluasi hasil pekerjaan bersama-sama dengan anak.
 i. Memberikan latihan menulis tanpa bantuan orang tua/guru
j . Mengevaluasi pekerjaan anak
Pelatihan tersebut diulang-ulang pada tiap-tiap kesalahan disgrafia yang dialami anak hingga terdapat perubahan.
           
           


BAB 3
PENUTUP
3.1  Kesimpulan
Anak berkebutuhan khusus sangat banyak macamnya salah satunya yaitu anak dengan kesulitan belajar spesifik yang berupa kesulitan menulis (disgrafia). Disgrafia adalah kesulitan khusus dimana anak-anak tidak bisa menuliskan atau mengekspresikan pikirannya kedalam bentuk tulisan,karena mereka tidak bisa menyuruh atau menyusun kata dengan baik dan mengkoordinasikan motorik halusnya (tangan) untuk menulis, yang disebabkan oleh beberapa faktor. Untuk mengatasi anak yang mengalami Disgrafia pendidik/ guru dalam mengambangkan kognitif anak harus menggunakan strategi dan metode khusus salah satunya yaitu metode Vygotsky.

3.2  Saran
Diharapkan pendidik/guru dan orang tua dapat memberikan stategi yang
baik dan tepat untuk mengatasi anak usia dini yang mengalami kesulitan belajar spesifik khususnya disgrafia, sehingga dalam mengembangkan kognitif anak dapat berkembang secara optimal.









DAFTAR PUSTAKA
..........2008. Disgrafia Pada Anak Yang Mengalami Menulis Dan Solusinya. (Serial Online)
http://c3i.sabda.org/disgrafia_pada_anak_yang_kesulitan_menulis_dan_solusinya (Selasa, 20 Mei 2014 10:49:06 WIB)
..........2013. Ciri-Ciri Disgrafia (Serial Online)
http://www.ciri-ciri-disgrafia.html  (Selasa, 20 Mei 2014 11:00 WIB)
..........2012. Strategi Pembelajaran Anak berkebutuhan Khusus Disgrafia(Serial Online)
                file:///STRATEGIPEMBELAJARAN20BAGIANAKBERKEBUTUHANKHUSUSdisgrafia.htm (Selasa, 20 Mei 2014 11:32 WIB)