Strategi Pengembangan Kognitif Terhadap Anak Berkebutuhan Khusus Disgrafia
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Ujian
Akhir Semester Mata Kuliah Pengembangan Kemampuan Kognitif dan Kreatifitas Anak
Usia Dini
Oleh
Siti
Aminatur Rosidah
130210205005
PROGAM STUDI PENDIDIKAN GURU
PENDIDIKAN ANAK USIA DINI
JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU
PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JEMBER
2014
DAFTAR
ISI
COVER JUDUL.......................................................................................................i
DAFTAR
ISI............................................................................................................ii
BAB. 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang........................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..................................................................................1
1.3 Tujuan Masalah.....................................................................................
2
1.4 Artikel...................................................................................................
3
BAB.2 PEMBAHASAN
2.1
Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus ...............................................4
2.2 Penyebab dari Anak Berkebutuhan khusus disgrafia............................9
2.3Perbedaan Anak Berkebutuhan Khusus Disgrafia dengan
Anak Normal
...................................................................................................................10
2.4 Strategi
Pembelajaran Kognitif yang Baik untuk Anak Disgrafia.......11
2.5
Pengaplikasian Teori Vygotsky Terhadap Anak Disgrafia..................15
BAB 3. PENUTUP
3.1Kesimpulan...........................................................................................17
3.2Saran.....................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Pendidikan anak usia dini merupakan salah satu bentuk penyelenggaraan pendidikan yang menitik
beratkan pada peletakan dasar ke arah pertumbuhan dan perkembangan yang
mengembangkan aspek-aspek yaitu kognitif, moral, sosial dan emosional, bahasa,
dan motorik (motorik halus dan motorik
kasar). Anak usia dini terdiri dari 2 macam yaitu anak yang normal dan anak
yang berkebutuhan khusus, dalam memberikan pembelajaran pada anak berkebutuhan
khusus sangatlah berbeda salah satunya yaitu dalam mengembangkan kognitifnya
dan di diperlukan suatu instansi yang khusus untuk anak berkebutuhan khusus
agar dalam mengembangkan aspek-aspeknya dapat berkembang secara optimal.
Anak berkebutuhan khusus sangatlah bermacam-macam salah satunya
yaitu anak yang mengalami kesulitan dalam tugas-tugas
akademik khusus (terutama dalam hal kemampuan membaca, menulis dan berhitung
atau matematika), yang disebabkan karena faktor disfungsi neugologis, bukan
disebabkan karena factor inteligensi (inteligensinya normal bahkan ada yang di
atas normal), sehingga memerlukan pelayanan pendidikan khusus. Anak
berkesulitan belajar spesifik dapat berupa kesulitan belajar menulis
(disgrafia).
Melalui
makalah ini saya mencoba untuk memberi sedikit informasi mengenai karakteristik
penderita, pendidikan apa yang dapat kita ajarkan pada para penderita,
juga penyebabnya. Dengan mengetahui penyebab gangguan, kami berharap dapat
membawa wacana mengenai langkah preventif yang dapat dilakukan.
1.2 Rumusan masalah
1.
Apakah yang dimaksud
Anak Berkebutuhan khusus disgrafia?
2.
Apa penyebab dari Anak
Berkebutuhan khusus disgrafia?
3.
Apa perbedaan Anak
Berkebutuhan khusus disgrafia dengan anak normal?
4.
Bagaimana strategi
pembelajaran kognitif yang baik untuk anak disgrafia ?
5.
Bagaimana
pengaplikasian teori Vygotsky terhadap anak Disgrafia?
1.3 Tujuan
1.
Untuk mengetahui apa
yang dimaksud Anak Berkebutuhan khusus disgrafia
2.
Untuk mengetahui
penyebab dari Anak Berkebutuhan khusus disgrafia
3.
Untuk mengetahui
perbedaan Anak Berkebutuhan khusus disgrafia dengan anak normal
4.
Untuk mengetahui strategi
pembelajaran kognitif yang baik untuk anak disgrafia
5.
Untuk mengetahui
pengaplikasian teori Vygotsky terhadap anak Disgrafia
1.4 Artikel
Pada
makalah ini saya akan menganalisis dari sebuar artikel Online tentang
anak yang mengalami kesulitan belajar spesifik yaitu disgrafia( kesulitan
menulis) yang saya analisis dari artikel Harian Online Kabar Indonesia dengan
judul Disgrafia pada Anak Kesulitan Menulis dan Solusinya oleh : Intan Irawati , 18 Juli 2008, 16:38:58 WIB.
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Anak
Berkebutuhan Khusus
Anak dengan kebutuhan
khusus (ABK) adalah anak yang secara signifikan (bermakna) mengalami
kelainan/penyimpangan (phisik, mental-intelektual, social, emosional) dalam
proses pertumbuhan/ perkembangannya dibandingkan dengan anak-anak lain
seusianya sehingga mereka memerlukan pelayanan pendidikan khusus. Dengan
demikian, meskipun seorang anak mengalami kelainan/ penyimpangan tertentu,
tetapi kelainan/penyimpangan tersebut tidak signifikan sehingga mereka tidak
memerlukan pelayanan pendidikan khusus, anak tersebut bukan termasuk anak
dengan kebutuhan khusus.
Anak berkebutuhan khusus dikelompokkan menjadi anak berkebutuhan khusus
temporer dan permanen. Anak berkebutuhan khusus permanen meliputi :
1. Anak dengan gangguan fisik,
dikelompokkan lagi menjadi:
a. Anak dengan
gangguan penglihatan (Tunanetra),
1). Anak Kurang Awas (low vision)
2). Anak buta (blind).
b. Anak dengan gangguan pendengaran dan bicara
(Tunarungu/Wicara),
1). Anak kurang dengar (hard of hearing)
2). Anak tuli (deaf)
2. Anak dengan kelainan Kecerdasan
a. Anak dengan
gangguan kecerdasan (intelektual) di bawah rata-rata (tunagrahita)
1 ). Anak tunagrahita ringan ( IQ IQ 50- 70).
2). Anak tunagrahita sedang (IQ 25 – 49).
3). Anak tunagrahita berat (IQ 25 – ke bawah).
b) Anak dengan
kemampuan intelegensi di atas rata-rata
1).
Giffted dan Genius, yaitu anak yang memiliki kecerdasan di atas rata-rata
2). Talented,
yaitu anak yang memiliki keberbakatan khusus
3. Anak dengan gangguan anggota gerak
(Tunadaksa).
1). Anak layuh
anggota gerak tubuh (polio)
2). Anak dengan
gangguan fungsi syaraf otak (cerebral palcy)
4 . Anak dengan gangguan prilaku dan emosi
(Tunalaras)
a). Anak dengan
gangguan prilaku
1). Anak dengan
gangguan prilaku taraf ringan
2). Anak dengan
gangguan prilaku taraf sedang
3). Anak dengan
gangguan prilaku taraf berat
b). Anak dengan
gangguan emosi
1). Anak dengan
gangguan emosi taraf ringan
2). Anak dengan
gangguan emosi taraf sedang
3). Anak dengan
gangguan emosi taraf berat
5). Anak gangguan belajar spesifik
6).
Anak lamban belajar (slow learner)
7) . Anak Autis
8). Anak ADHD
Pada makalah ini saya
membahas tentang anak berkebutuhan khusus anak yang mengalami kesulitan belajar
spesifik yaitu disgrafia( kesulitan menulis) yang saya analisis dari artikel
Harian Online Kabar Indonesia dengan judul Disgrafia pada Anak Kesulitan Menulis
dan Solusinya oleh : Intan Irawati , 18 Juli 2008, 16:38:58 WIB.
Ø
Anak Berkesulitan Belajar
Spesifik
Secara garis besar kelompok siswa berkesulitan
belajar dapat dibagi dua. Pertama, yang berkaitan dengan perkembangan
(developmental learning disabilities), mencakup gangguan motorik dan persepsi,
bahasa dan komunikasi, memori, dan perilaku sosial. Kedua yang berkaitan dengan
akademik (membaca, menulis, dan berhitung) sesuai dengan kapasitas yang
dimiliki, tetapi kedua kelompok ini tidak dapat dipisahkan secara tegas karena
ada keterkaitan di antara keduanya (Kirk dan Gallagher, 1986: Mulyono
Abduraahman, 1996: Hidayat, 1996).
Kesulitan belajar dapat dialami oleh siapa saja,
mulai dari siswa yang berkecerdasan rata-rata, sampai yang berinteleligensi tinggi.
Kesulitan belajar dapat berdampak negatif tidak saja dalam penguasaan prestasi
akademik, tetapi juga perkembangan kepribadiannya.
Kesulitan belajar yang dialaminya bukanlah sesuatu
yang menetap, sebab intervensi dini dan pendekatan propesional secara terpadu
dapat menangani kesulitan belajar yang mereka hadapi.
Sesuai dengan fungsi, peran dan tanggung jawabnya,
guru di sekolah reguler memiliki posisi strategis dalam turut membantu siswanya
yang berkesulitan belajar. Guru merupakan ujung tombak dalam membantu mengatasi
masalah-masalah yang dihadapi para siswanya, termasuk permasalahan yang
dihadapi anak kesulitan belajar. Untuk itu, sejalan dengan bervariasinya jenis
dan tingkat kesulitan belajar yang dihadapi anak, langkah pertama yang harus
dilakukan guru adalah mampu melakukan identifikasi atau penjaringan terhadap
mereka melalui pengenalan ciri-ciri atau karakteristik yang ditampilkannya.
Kedua, mampu melakukan assesmen, merumuskan dan melaksanakan program
pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik, permasalahan, dan kebutuhannya.
Dan, kemampuan melakukan kerja sama secara terpadu dengan propesi lain yang
terkait dengan kondisi anak.
Anak berkesulitan belajar spesifik dapat berupa
kesulitan belajar membaca (disleksia), kesulitan belajar menulis (disgrafia),
atau kesulitan belajar berhitung (diskalkulia), sedangkan dalam mata pelajaran
lain, mereka tidak mengalami kesulitan yang berarti. Berikut ini akan
dijelaskan sedikit tentang gangguan anak kesulitan belajar menulis (disgrafia).
Ø Anak
kesulitan belajar menulis
(disgrafia)
Disgrafia adalah adalah kesulitan khusus dimana anak-anak
tidak bisa menuliskan atau mengekspresikan pikirannya kedalam bentuk
tulisan,karena mereka tidak bisa menyuruh atau menyusun kata dengan baik dan
mengkoordinasikan
motorik halusnya (tangan) untuk menulis. Pada anak-anak, umumnya kesulitan ini
terjadi pada saat anak mulai belajar menulis. Kesulitan ini tidak tergantung
kemampuan lainnya. Seseorang bisa sangat fasih dalam berbicara dan keterampilan
motorik lainnya, tapi mempunyai kesulitan menulis. Kesulitan dalam menulis
biasanya menjadi problem utama dalam rangkaian gangguan belajar, terutama pada
anak yang berada di tingkat PAUD. Kesulitan dalam menulis seringkali juga
disalahpersepsikan sebagai kebodohan oleh orang tua dan guru. Akibatnya, anak
yang bersangkutan frustrasi karena pada dasarnya ia ingin sekali
mengekspresikan dan mentransfer pikiran dan pengetahuan yang sudah didapat ke
dalam bentuk tulisan. Hanya saja ia memiliki hambatan. Sebagai langkah awal
dalam menghadapinya, orang tua harus paham bahwa disgrafia bukan disebabkan
tingkat intelegensi yang rendah, kemalasan, asal-asalan menulis, dan tidak mau
belajar.
Menulis membutuhkan
perkembangan kemampuan lebih lanjut dari membaca. Perkembangan yang dikemukakan
oleh Temple, Nathan, Burns; Cly: Ferreiro dan Teberosky dalam Brewer (1992)
oleh Rini Hapsari
1.
Scribble stage. Pada tahap ini anak
ditandai dengan mulainya anak menggunakan alat tulis untuk membuat coretan.
Sebelum ia belajar untuk membuat ben huruf yang dapat dikenali.
2.
Linear repetitive stage. Pada tahap ini
anak menemukan bahwa tulisan biasanya berarah horizontal dan huruf-huruf
tersusun berupa barisan pada halaman kertas. Anak juga telah mengetahui bahwa
kata yang panjang akan ditulis dalam barisan huruf yang lebih panjang dibandingkan
dengan kata yang pendek.
3.
Random letter stage. Pada tahap ini anak
belajar mengenai bentuk coretan yang dapat diterima sebagai huruf dan dapat
menuliskan huruf-huruf tersebut dalam urutan acak dengan maksud menulis kata
tertentu.
4.
Letter name writing, phonetic writing.
Pada tahap ini anak mulai memahami hubungan antara huruf dengan bunyi tertentu.
Anak dapat menuliskan satu atau beberapa huruf untuk melambangkan suatu kata,
seperti menuliskan huruf depan namanya saja, atau menulis ”bu” dengan sebagai
lambang dari ”buku”
5.
Transitional spelling. Pada tahap ini
anak mulai memahami cara menulis secara konvensional, yaitu menggunakan ejaan
yang berlaku umum. Anak dapat menuliskan kata yang memiliki ejaan dan bunyi
sama dengan benar seperti kata ”buku”, namun masih sering salah menuliskan kata
yang ejaannya mengikuti cara konvensioanl dan tidak hanya ditentukan oleh bunyi
yang terdengar seperti hari ”sabtu” tidak ditulis ”saptu”, padahal kedua
tulisan tersebut berbunyi sama jika dibaca
6.
Conventional spelling. Pada tahap ini
anak telah menguasai cara menulis secara konvensional yaitu menggunakan bentuk
huruf dan ejaan yang berlaku umum untuk mengekspresikan berbagai ide abstrak.
Pada anak usia sekolah,
perkembangan menulis telah berada pada tahap terakhir yaitu conventional
spelling, selain telah dapat menulis dengan huruf dan ejaan yang benar.
Dysgraphia / Disgrafia
adalah learning disorder dengan ciri perifernya berupa ketidakmampuan menulis,
terlepas dari kemampuan anak dalam membaca maupun tingkat
intelegensianya.Disgrafia diidentifikasi sebagai keterampilan menulis yang
secara terus-menerus berada di bawah ekspektasi jika dibandingkan usia anak dan
tingkat intelegensianya. Seperti yang dijelaskan pada artikel diatas bahwa ciri
diri disgrafia meliputi:
1.
Terdapat ketidakkonsistenan bentuk huruf
dalam tulisannya.
2.
Saat menulis, penggunaan huruf besar dan
huruf kecil masih tercampur.
3.
Ukuran dan bentuk huruf dalam tulisannya
tidak proporsional.
4.
Anak tampak harus berusaha keras saat
mengkomunikasikan suatu ide, pengetahuan, atau pemahamannya lewat tulisan.
5.
Sulit memegang bolpoin maupun pensil
dengan mantap. Caranya memegang alat tulis seringkali terlalu dekat bahkan
hampir menempel dengan kertas.
6.
Berbicara pada diri sendiri ketika
sedang menulis, atau malah terlalu memperhatikan tangan yang dipakai untuk
menulis.
7.
Cara menulis tidak konsisten, tidak
mengikuti alur garis yang tepat dan proporsional.
8.
Tetap mengalami kesulitan meskipun hanya
diminta menyalin contoh tulisan yang sudah ada.
2.2 Penyebab dari Anak Berkebutuhan khusus disgrafia
Melalui pendekatan
behaviorisme, Ferster mengemukakan pendapat bahwa dikarenakan ketidakpedulian
orang tua, khususnya ibu, menghentikan pembangunan hubungan yang menjadi
reinforcerment bagi manusia untuk bersosialisasi (Davison, h. 444, 1998). Sel
purkinye juga sangat sedikit sehingga terjadi gangguan keseimbangan serotonin
dan dopamine yang mengakiatkan terjadinya gangguan penghantaran impuls di otak.
Selain itu ditemukan kelainan yang khas di dalam system limbic yang disebut
hipokampus dan amigdala yang mengakibatkan gangguan fungsi control terhadap
agresi dan emosi (Handojo, h. 14, 2003). Hipokampus berpengaruh pada fungsi
belajar dan daya ingat sehingga bila hipokampus terganggu maka terjadi
kesulitan menyimpan informasi baru. Perilaku yang berulang-ulang, aneh dan
hiperaktif juga disebabkan gangguan hipokampus (Handojo, h. 14, 2003).
Gangguan
ini juga bukan akibat kurangnya perhatian orang tua dan guru terhadap si anak,
ataupun keterlambatan proses visual motoriknya. Secara spesifik penyebab disgrafia
tidak diketahui secara pasti, namun apabila disgrafia terjadi secara tiba-tiba
pada anak maupun orang yang telah dewasa maka diduga disgrafia disebabkan oleh
trauma kepala entah karena kecelakaan, penyakit, dan seterusnya. Disamping itu
para ahli juga menemukan bahwa anak dengan gejala disgrafia terkadang mempunyai
anggota keluarga yang memiliki gejala serupa. Demikian ada kemungkinan faktor
herediter ikut berperan dalam disgrafia.
Seperti halnya disleksia,
disgrafia juga disebabkan faktor neurologis, yakni adanya gangguan pada otak
bagian kiri depan yang berhubungan dengan kemampuan membaca dan menulis. Anak
mengalami kesuitan dalam harmonisasi secara otomatis antara kemampuan mengingat
dan menguasai gerakan otot menulis huruf dan angka. Kesulitan ini tak terkait
dengan masalah kemampuan intelektual, kemalasan, asal-asalan menulis, dan tidak
mau belajar. Seperti yang dilaskan pada artikel Harian Indonesia bahwa
Kesulitan belajar pada anak bila tidak dideteksi secara dini dan tidak
dilakukan terapi yang benar, bisa menyebabkan kegagalan dalam proses pendidikan
anak. Kepedulian orang tua yang tinggi dapat membantu dalam deteksi dini
kesulitan belajar anak. Riwayat penyakit terdahulu, seperti anak pernah mengalami
sakit keras hingga demam tinggi, atau anak terlahir prematur, merupakan faktor
risiko terjadinya kesulitan belajar. Gangguan berat akan mudah teridentifikasi,
sehingga dapat terdeteksi pada usia dini. Sedangkan pada anak dengan gangguan
ringan mungkin baru teridentifikasi saat usia sekolah.
2.3 Perbedaan Anak Berkebutuhan Khusus Disgrafia dengan Anak Normal
Pada umumnya anak normal dengan anak mengalami kesulitan
belajar menulis(disgrafia) secara fisik dan psikologisnya sama saja tetapi
dapat terlihat ketika dalam proses belajar di dalam kelas seorang anak yang
mengalami disgrafia akan sulit atau lambat untuk menulis dan pada umumnya anak
disgrafia juga sulit untuk membaca.
2.4 Strategi
Pembelajaran Kognitif yang Baik untuk Anak Disgrafia
Inovasi Pendidikan saat ini mengarah
pada pembentukan kecakapan kegiatan hidup sehari-hari (lifeskills), artinya
pendidikan disesuaikan dengan kebutuhan nyata yang diinginkan peserta didik
sesuai dengan potensi dan budaya masyarakatnya. Hal ini sejalan dengan
pengertian pendidikan menurut UU No, 20 tahun 2003, tentang SPN, Bab I, pasal
I, ayat 1 yang menyatakan: Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara
aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara”. Dengan
demikian jelaslah bahwa pendidikan hendaknya mengarah pada penguasaan
keterampilan yang dapat dimanfaatkan dalam kehidupan diri peserta didik,
masyarakat, bangsa dan negara.
Kenyataan di lapangan pendidikan bagi anak disgrafia pada umumnya belum mengarah pada terkuasainya sejumlah kecakapan dan keterampilan yang sesuai dengan bakat, minat, potensi, kondisi lingkungan sekitar tempat tinggal anak, dan kebutuhan lapangan kerja yang sesuai dengan karakteristik anak disgrafia.
Kenyataan di lapangan pendidikan bagi anak disgrafia pada umumnya belum mengarah pada terkuasainya sejumlah kecakapan dan keterampilan yang sesuai dengan bakat, minat, potensi, kondisi lingkungan sekitar tempat tinggal anak, dan kebutuhan lapangan kerja yang sesuai dengan karakteristik anak disgrafia.
Dalam pembahasan ini saya lebih menekankan bagaimana
mengembangkan aspek kognitif Anak
Berkebutuhan Khusus Disgrafia
John W. Santrock,
Educational Psychology. McGraw-Hill Companies
Hernowo, Mengimpikan buku pelajaran yang mampu, Menyenangkan dan menyalakan otak, Disampaikan pada Seminar “Menggagas Buku Pelajaran yang Mencerdaskan”, 15 Agustus 2006, Penyelenggara Direktorat Pendidikan Madrasah, Ditjen Pendidikan Islam, Departemen Agama, Jakarta.
Hernowo, Mengimpikan buku pelajaran yang mampu, Menyenangkan dan menyalakan otak, Disampaikan pada Seminar “Menggagas Buku Pelajaran yang Mencerdaskan”, 15 Agustus 2006, Penyelenggara Direktorat Pendidikan Madrasah, Ditjen Pendidikan Islam, Departemen Agama, Jakarta.
Ada beberapa hal yang bisa dilakukan orang tua untuk
membantu anak dengan gangguan ini. Di antaranya:
1. Pahami keadaan anak
Sebaiknya pihak orang tua, guru,
atau pendamping memahami kesulitan dan keterbatasan yang dimiliki anak
disgrafia. Berusahalah untuk tidak membandingkan anak seperti itu dengan
anak-anak lainnya. Sikap itu hanya akan membuat kedua belah pihak, baik orang
tua/guru maupun anak merasa frustrasi dan stres.
2. Menyajikan tulisan cetak
Berikan kesempatan dan kemungkinan
kepada anak disgrafia untuk belajar menuangkan ide dan konsepnya dengan
menggunakan komputer atau mesin tik. Ajari dia untuk menggunakan alat-alat agar
dapat mengatasi hambatannya. Dengan menggunakan komputer, anak bisa
memanfaatkan sarana korektor ejaan agar ia mengetahui kesalahannya.
3. Membangun rasa percaya diri anak
Berikan pujian wajar pada setiap
usaha yang dilakukan anak. Jangan sekali-kali menyepelekan atau melecehkan
karena hal itu akan membuatnya merasa rendah diri dan frustrasi. Kesabaran
orang tua dan guru akan membuat anak tenang dan sabar terhadap dirinya dan
terhadap usaha yang sedang dilakukannya.
4. Latih anak untuk terus menulis
Libatkan anak secara bertahap, pilih
strategi yang sesuai dengan tingkat kesulitannya untuk mengerjakan tugas
menulis. Berikan tugas yang menarik dan memang diminatinya, seperti menulis
surat untuk teman, menulis pada selembar kartu pos, menulis pesan untuk orang
tua, dan sebagainya. Hal ini akan meningkatkan kemampuan menulis anak disgrafia
dan membantunya menuangkan konsep abstrak tentang huruf dan kata dalam bentuk
tulisan konkret.
Adapun penanganan secara terstruktur dapat dilakukan
melalui beberapa hal berikut:
1.Faktor kesiapan menulis
Menulis membutuhkan kontrol
maskular, koordinasi mata-tangan, dan diskriminasi visual. Aktivitas yang
mendukung kontrol muskular antara lain: menggunting, mewarnai gambar, finger
painting, dan tracing. Kegiatan koordinasi mata-tangan antara lain:
membuat lingkaran dan menyalin bentuk geomteri. Sementara itu, pengembangan
diskriminasi visual dapat dilakukan dengan kegiatan membedakan bentuk, ukuran,
dan detailnya, sehingga anak menyadari bagaimana cara menulis suatu huruf.
2. Aktivitas
lain yang mendukung
a. Kegiatan yang memberikan kerja
aktif dari pergerakan otot bahu, lengan atas serta bawah, dan jari.
b. Menelusuri bentuk geometri dan
barisan titik.
c. Menyambungkan titik.
d. Membuat garis horizontal dari kiri ke kanan.
e. Membuat garis vertikal dari atas ke bawah dan dari
bawah ke atas.
f. Membuat bentuk-bentuk lingkaran dan kurva.
g. Membuat garis miring secara vertikal.
h. Menyalin bentuk-bentuk sederhana.
i. Membedakan bentuk huruf yang
mirip bentuknya dan huruf yang hampir sama bunyinya.
3.Menulis huruf lepas/cetak
a. Perlihatkan sebuah huruf yang akan ditulis.
b. Ucapkan dengan jelas nama huruf
dan arah garis untuk membuat huruf
c. Anak menelusuri huruf itu dengan
jarinya sambil mengucapkan dengan jelas arah garis untuk membuat huruf itu.
d. Anak menelusuri garis tersebut dengan pensilnya.
e. Anak menyalin contoh huruf itu di kertas/bukunya.
Jika cara ini sudah dikuasai, mintalah anak
menyambungkan titik yang dibentuk menjadi huruf tertentu, sampai akhirnya anak
mampu membuat huruf dengan baik tanpa dibantu. Tahap selanjutnya adalah menulis
kata dan kalimat.
4. Menulis huruf transisi
Huruf transisi adalah huruf yang digunakan untuk
melatih siswa sebelum menguasai huruf sambung. Adapun langkah-langkah
pengajarannya sebagai berikut:
a. Kata atau huruf ditulis dalam bentuk
lepas atau cetak.
b. Huruf yang satu dan yang lain
disambungkan dengan titik-titik dengan meggunakan warna yang berbeda.
c. Anak menelusuri huruf dan
sambungannya sehingga menjadi bentuk huruf sambung.
5.Menulis huruf sambung
a. Mengajarkan huruf sambung dapat
menggunakan langkah-langkah huruf lepas dan transisi.
b. Kami
sertakan tabel cara melatih anak disgrafia agar dapat menulis dengan baik dan
benar.
Faktor
|
Masalah
|
Penyebabnya
|
Remedial
|
Bentuk
|
Huruf
terlalu miring
|
Posisi kertas
yang miring
|
Betulkan
posisi kertas sehingga tegak lurus dengan badan
|
Ukuran
|
Terlalu
besar dan terlalu tebal
|
Kurang memahami garis tulisan
|
Ajarkan kembali tentang konsep ukuran dan perjelas
garis tulisan
Latih gerakan tangan, salah satu caranya dengan
latihan membuat lingkaran atau bentuk lengkung
|
Spasi
|
|
|
Ajarkan kembali konsep spasi antar-kata
Kaji kembali konsep bentuk ukuran dan huruf
|
Kualitas garis
|
Terlalu
tebal atau menekan terlalu tipis
|
Masalah
pada tekanan tulisan
|
Perbaikilah
cara-cara memegang alat tulis, perbaiki juga gerakan tangan,
serta beikan latihan menulis di atas kertas tipis dan kertas kasar
|
Kecepatan
|
Lambat
ketika dalam menulis yaitu ketika menyalin atau saat dikte
|
Tingkat
kemampuan menulis tidak sebanding dengan kecepatannya
|
Latih
menarik garis lurus dengan cepat serta latihan membuat bentuk melingkar,
tegak dan melengkung di kertas berpetak
|
Dalam menerapkan
srategi yang baik untuk anak usia dini yang mengalami Disgrafia pendidik /
orang tua juga dapat menerapkan dengan
salah satu metode pengembangan kognitif menurut Vygotsky seperti yang di
jelaskan pada artikel dan mengaplikasikannya berikut ini akan dijelaskan:
2.5 Pengaplikasian Teori Konstruksi Vygotsky dapat digunakan guru dan orang tua
untuk membantu anak yang mengalami Disgrafia.
Teori konstruksi sosial Vygotsky (dalam
Santroks, 2004), memiliki tiga asumsi yaitu:
1. Kemampuan kognitif anak dapat dipahami hanya
ketika mereka mampu menganalisa dan menginterpretasikan sesuatu
2. Kemampuan
kognitif anak dimediasi oleh penggunaan bahasa atau kata-kata sebagai alat
untuk mentansformasi dan memfasilitasi aktivitas mental,
3. Kemampuan
kognitif berkaitan dengan hubungan sosial dan latar belakang sosial budaya.
Berdasarkan asumsi-asumsi tersebut
Vygotsky mengemukakan tiga konsep belajar yaitu:
1. zone of proximal development (ZPD) yaitu suatu
wilayah (range) antara level terendah yaitu kemampuan yang dapat diraih anak
jika tanpa bimbingan hingga level tertinggi yaitu kemampuan yang dapat diraih
anak jika dengan bimbingan
2. Scaffolding
yaitu teknik untuk mengubah tingkat dukungan, dan
3. Language
and Thought.
Aplikasi
Teori Vygotsky dapat digunakan guru dan orang tua untuk
membantu anak yangmengalami
Disgrafia.
Langkah-langkah yang dapat dilakukan meliputi:
Langkah-langkah yang dapat dilakukan meliputi:
1. Mengidentifikasi
masalah Disgrafia, terdiri dari:
a) Masalah Penggunaan huruf kapital
b) Ketidakkonsistenan bentuk huruf
c) Alur yang tidak stabil (tulisan naik turun)JxlkU
d) Ukuran dan bentuk huruf tidak konsisten
a) Masalah Penggunaan huruf kapital
b) Ketidakkonsistenan bentuk huruf
c) Alur yang tidak stabil (tulisan naik turun)JxlkU
d) Ukuran dan bentuk huruf tidak konsisten
2. Menentukan
ZPD pada masing-masing masalah tersebut
a) ZPD untuk kesalahan penggunaan huruf kapital
b) ZPD untuk ketidakkonsistenan bentuk huruf
c) ZPD untuk ketidakkonsistenan ukuran huruf
d) ZPD untuk ketidakstabilan alur tulisan
a) ZPD untuk kesalahan penggunaan huruf kapital
b) ZPD untuk ketidakkonsistenan bentuk huruf
c) ZPD untuk ketidakkonsistenan ukuran huruf
d) ZPD untuk ketidakstabilan alur tulisan
3. Merancang
program pelatihan dengan teknik scaffolding
Teknik scaffolding dalam pelatihan ini meliputi tahapan sebagai berikut:
a. Memberikan tugas menulis kalimat yang didiktekan orang tua/guru
b. Bersama-sama dengan siswa mengidentifikasi kesalahan tulisan mereka
c. Menjelaskan mengenai pelatihan dan ZPD masing-masing permasalahan.
d. Menjelaskan kriteria penulisan yang benar dan meminta anak menyatakan kembali kriteria tersebut.
e. Memberikan latihan menulis dengan orang tua/guru memberikan bantuan
f. Mengevaluasi hasil pekerjaan siswa bersama-sama dengan anak
g. Memberikan latihan menulis dengan mengurangi bantuan terbatas pada kesalahan yang banyak dilakukan anak
h. Mengevaluasi hasil pekerjaan bersama-sama dengan anak.
Teknik scaffolding dalam pelatihan ini meliputi tahapan sebagai berikut:
a. Memberikan tugas menulis kalimat yang didiktekan orang tua/guru
b. Bersama-sama dengan siswa mengidentifikasi kesalahan tulisan mereka
c. Menjelaskan mengenai pelatihan dan ZPD masing-masing permasalahan.
d. Menjelaskan kriteria penulisan yang benar dan meminta anak menyatakan kembali kriteria tersebut.
e. Memberikan latihan menulis dengan orang tua/guru memberikan bantuan
f. Mengevaluasi hasil pekerjaan siswa bersama-sama dengan anak
g. Memberikan latihan menulis dengan mengurangi bantuan terbatas pada kesalahan yang banyak dilakukan anak
h. Mengevaluasi hasil pekerjaan bersama-sama dengan anak.
i. Memberikan latihan menulis tanpa bantuan
orang tua/guru
j . Mengevaluasi pekerjaan anak
j . Mengevaluasi pekerjaan anak
Pelatihan tersebut diulang-ulang pada
tiap-tiap kesalahan disgrafia yang dialami anak hingga terdapat perubahan.
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Anak berkebutuhan khusus sangat banyak macamnya salah satunya yaitu anak
dengan kesulitan belajar spesifik yang berupa kesulitan menulis (disgrafia).
Disgrafia adalah kesulitan khusus dimana anak-anak tidak bisa
menuliskan atau mengekspresikan pikirannya kedalam bentuk tulisan,karena mereka
tidak bisa menyuruh atau menyusun kata dengan baik dan mengkoordinasikan motorik halusnya (tangan) untuk
menulis, yang disebabkan oleh beberapa faktor. Untuk mengatasi anak yang
mengalami Disgrafia pendidik/ guru dalam mengambangkan kognitif anak harus
menggunakan strategi dan metode khusus salah satunya yaitu metode Vygotsky.
3.2 Saran
Diharapkan pendidik/guru dan orang tua dapat memberikan stategi yang
baik dan tepat
untuk mengatasi anak usia dini yang mengalami kesulitan belajar spesifik
khususnya disgrafia, sehingga dalam mengembangkan kognitif anak dapat
berkembang secara optimal.
DAFTAR PUSTAKA
..........2008. Disgrafia
Pada Anak Yang Mengalami Menulis Dan Solusinya. (Serial Online)
http://c3i.sabda.org/disgrafia_pada_anak_yang_kesulitan_menulis_dan_solusinya
(Selasa, 20 Mei 2014 10:49:06 WIB)
..........2013. Ciri-Ciri
Disgrafia (Serial Online)
http://www.ciri-ciri-disgrafia.html (Selasa, 20 Mei 2014 11:00 WIB)
..........2012. Strategi Pembelajaran Anak berkebutuhan
Khusus Disgrafia(Serial Online)
file:///STRATEGIPEMBELAJARAN20BAGIANAKBERKEBUTUHANKHUSUSdisgrafia.htm
(Selasa, 20 Mei 2014 11:32 WIB)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar